JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Slamet mempertanyakan kinerja Perusahaan Umum (Perum) Perhutani dalam mengelola hutan di pulau Jawa yang menjadi ranahnya. Ia menyayangkan hutan-hutan yang dikelola oleh Perhutani menjadi hutan yang tidak produktif, bahkan terlantar dengan minim penanganan.
“Ketelantaran itulah kemudian ada alasan. Tentunya, kami ingin mendapatkan gambaran itu. Secara lapangan, minimal saya melihat di dapil saya memang yang kena KHDPK itu, faktanya memang terlantar, tidak menjadi hutan produktif. Maka kami ingin mendapatkan masukan sebenarnya kinerja Perhutani di lapangan itu seperti apa?, ” tanya Slamet dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Forum Penyelamat Hutan Jawa di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Rabu (24/5/2022).
Masalah ini, baginya, harus menjadi perhatian khusus. Pasalnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terkait Kebijakan Penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) No. 287/MENLHK/PLA.2/4/2022, Perhutani memperoleh kepercayaan untuk mengoptimalkan sektor bisnis dan sumber daya demi keberlanjutan bisnis dan pelestarian hutan.
Akan tetapi, berdasarkan informasi yang ia terima, pelaksanaan KHDK tidak berjalan sesuai rencana, ada aduan cenderung merugi. Percaya bahwa hutan lestari adalah warisan nenek moyang yang harus dilindungi oleh generasi kini hingga bergulir ke generasi selanjutnya, politisi fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu (PKS) itu meminta agar Lembaga Masyarakat Desa Hutan untuk menyampaikan data dan fakta perbandingan sebelum dan sesudah Perhutani mengelola Hutan Jawa.
Sehingga, Komisi IV DPR RI bersama masyarakat sekitar kawasan hutan tersebut bisa mempertimbangkan kembali, atau bahkan memberikan penguatan untuk mencabut SK tersebut.
“Saya yakinkan bahwa secara semangat, kami Komisi IV DPR RI posisinya sama, kami perlu mendapatkan sumber data yang lebih banyak, aduan yang mana membuktikan bahwa SK ini sangat merugikan, ” tandas Legislator dapil Jawa Barat IV itu. (ts/aha)